'Ain Al-Qudat menunjukkan ketegangan pertentangan kosmik di dalam keimanan orang-orang muslim sendiri yaitu laa ilaaha illallah (tak ada Tuhan selain Alah). Alam laa ilaaha (tak ada Tuhan) adalah alam pengingkaran atau peniadaan, alam dari semua yang menyebabkan jiwa mistik keluar dari Allah. Kebenaran hanya akan di temukan dalam lingkaran illallah (hanya Allah), setelah laa ilaaha telah di lewati dan di tinggalkan untuk selamanya.
La adalah lingkaran peniadaan, seseorang harus menempatkan langkahnya di dalam lingkaran ini, tetapi dia tidak boleh berhenti di sini atau menetap di sini. Karena jika sang pengembara berhenti dan menemukan ketenangan di sini, dia akan menjadi seorang yang syirik, seorang pemakai zunnar. Bahwa setiap ratus ribu pencari illallah yang sedang mengembara telah menjejakkan kakinya dalam lingkaran la 'peniadaan'. dalam hasratnya akan permata illallah. Tetapi jika mereka menjadikan ganjaran Allah yang tidak tinggi sebagai tujuan nya, maka penjaga alam ketuhanan dari illallah akan mengalahkan dan membingungkannya.
Siapakah penjaga dan pengurus alam ketuhanan illallah? Tidak lain selain dari pada Iblis. Dia telah di beri posisi kehormatan ini karena ketaatannya yang tiada henti kepada Allah dan proteksinya pada pengalaman dekat dengan Yang Maha Pengasih. Selain itu, Iblis sebagaimana di gambarkan oleh 'Ain Al-Qudat, adalah yang paling memenuhi syarat dan paling terampil dalam menguji umat manusia untuk memisahkan manusia yang benar-benar beriman untuk masuk kedalam Alam Ketuhanan dari orang-orang yang dedikasi dan kesetiaannya hanyalah di permukaan dan mudah berpaling. Jiwa-jiwa yang mudah berpaling tadi akan menemukan diri mereka terperangkap dalam lingkaran la dimana mereka terus menerus menyembah nafsunya dan hasrat jasmaninya dari pada menyembah Allah.
Oleh karena itu, tanpa seizin Iblis, maka tak ada seorangpun yang dapat mencapai Allah. Selain itu Allah memiliki maksud tertentu bagi Iblis dalam peran penjaga pintu ini, karena jika sang raja tidak memiliki seorang pengurus, maka setiap orang tanpa terkecuali akan masuk ke lingkungan kerajaan tanpa memperhatikan jasa setiap induvidu. Apa artinya kedekatan dengan Sang Penguasa jika terbuka bagi orang-orang yang tidak taat sebagaimana juga tgerbuka bagi pecinta yang telah teruji?
Dengan membedakan antara orang-orang yang berpura-pura dan yang benar-benar beriman, Iblis mengerjakan fungsinya untuk memelihara Alam Ketuhanan dari pengotoran, sementara itu pada saat yang sama ia juga bertindak sebagai wakil utama dalam membuka rencana Allah terhadap manusia. Dalam perang sebagai wakil kehendak Allah, Iblis yang oleh 'Ain Al-Qudat di kaitkan dengan Muhammad karena keduanya adalah pengajar utama tentang jalan Allah, perbedaannya adalah bahwa ajaran-ajaran Muhammad mengajak manusia laki-laki dan perempuan, untuk tunduk terhadap kehendak Allah, sedangkan Iblis mendorong manusia untuk menjauhi Allah. Namun, Iblis seperti juga Muhammad, hanyalah sebuah instrumen yang patuh di tangan Allah.
Iblis tetap menjaga tempat Yang Maha Kuasa dan di perintahkan,"Engkau kekasih-Ku, iringilah tentang singgasana-Ku dan usirlah orang asing dari tempat-Ku. Dan teruslah untuk menyatakan: 'Yang Maha Pengasih telah berkata padaku,"Duduklah di pintu-Ku, jangan mengijinkan masuk siapapun yang tidak dengan ijin-Ku. Bagi siapapun yang menginginkan Aku, katakanlah, 'Buat dia terpesona!' Keadaan ini tak cocok untuk siapapun kecuali jika Aku membuatnya cocok."
'Ain Al-Qudat telah menggunakan perumpamaan cahaya (nur) untuk menggambarkan secara lebih dramatis tentang hubungan yang erat antara Iblis dan Muhammad dan ketegangan radikal di antara mereka. Sementara nur Muhammad adalah cahaya matahari kebenaran yang menyilaukan dan cahaya murni ma'rifat yang abadi, cahaya Iblis adalah cahaya suram bulan yang muncul dari barat selamanya. Gambaran cahaya juga berhubungan erat dengan peran Iblis sebagai pengurus Alam Ketuhanan; Alam Allah yang merupakan sumber Cahaya Illahi sebenarnya, dan hanya dapat di capai dengan melewati cahaya yang berlawanan dengannya, yaitu cahaya suram Iblis.
Cahaya Iblis menjadi suram karena Allah telah mengutuk dia dan memberikan julukan kafir, yang mengingkari. Namun kutukan ini secara paradoks di gambarkan dengan jubah kehormatan sang pengurus, karena inilah lencana ketaatan Iblis yang sempurna dan keinginannya untuk merangkul peran instrumen Allah. Demikian juga pedang cahaya suram ini, yang merajai wilayah la dan menjaga wilayah Illallah dari para pengacau, adalah pedang kekuatan Allah sendiri: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semua!" (QS. Shaad; 82)
'Ain Al-Qudat berusaha keras untuk mengemukakan bahwa baik Muhammad maupun Iblis berasal dari Allah dan mencerminkan sifat-sifat Allah yang nyata, yaitu kemurahan hati dan kemurkaan-Nya. Hanya dalam esensi Sang Hakikat yang tidak di ketahui inilah ketegangan antara kedua sosok yang berlawanan itu dapat terselesaikan, pada dataran eksperimen dari realitas hidup sifat-sifat ini bertentangan, walaupun mereka saling tergantung dalam satu hal, yaitu hanya melalui salah satu dari keduanya maka yang lainnya dapat di ketahui atau di alami.
Tetapi tidak pernahkah engkau menyadari bahwa Alah mempunyai dua nama? Yang pertama adalah "Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang" dan nama yang lainnya adalah "Yang Maha Kuasa, Maha Mutlak" Dari sifat sifat kekuatan yang menaklukkan Dia menjadikan Iblis ke dalam wujudnya, dan dari sifat yang pemurah, Dia menjadikan Muhammad. Setelah itu sifat pemurah menjadi makanan Muhammad, dan sifat kekuatan dan kemurkaan menjadi makanan Iblis.
Pada bagian yang lain 'Ain Al-Qudat mengemukakan bahwa penciptaan Iblis maupun Muhammad berasal dari hal yang satu dan sifat Allah yang sama, kekuatan Allah Yang Maha Kuasa. Muhammad adalah produk cahaya kekuatan Allah, sedangkan Iblis dari api-Nya. Sebagai konfirmasi selanjutnya dari posisi ini 'Ain Al-Qudat merujuk Sahl At-Tustari dan Shayban Ar-Ra'i, yang pandangan-pandangannya berasal dari pertemuan figur yang misterius yaitu Nabi Khidir. Kata-katanya menguatkan pernyataan bahwa nur Muhammad terbentuk, terpelihara dan di hargai dengan sepenuh cinta oleh Allah Yang Maha Kuasa.
Yang terakhir, Hasan Al Basri ikut memberikan suara;
Sesungguhnya cahaya iblis berasal dari api kekuatan Yang Maha Kuasa, yang menurut Yang Maha Tinggi,"Allah telah menciptakan Iblis dari api!" Maka jika Iblis mewujudkan cahayanya kepada makhluk, tentu saja dia akan di sembah seperti tuhan.
Partisipasi dalam cahaya Allah inilah yang membuat Iblis mampu sedemikian suksesnya untuk membujuk orang-orang yang beriman menjadikan dia guru pengganti dalam lingkaran la untuk kesempurnaan cahaya Illallaah.
Analogi pada dataran kosmologis terhadap cahaya-cahaya Muhammad dan Iblis di temukan dalam cahaya matahari dan cahaya bulan. Kedua jenis benda langit ini merupakan hasil kreativitas Allah, namun masing-masing menghasilkan cahaya yang berbeda. Sinar matahari merefleksikan terangnya keindahan Allah, sedangkan cahaya bulan bersinar karena adanya cahaya dari kekuasaan Allah. Dalam cara yang sama, esensi Iblis dan Muhammad merefleksikan kekuatan dan keindahan Allah, yang di simbolkan dengan cahaya matahari dan bulan, demikian juga jiwa-jiwa manusia, laki-laki dan perempuan mengikuti salah satu cahaya atau cahaya yang lainnya, yang tergantung pada respon masing-masing orang terhadap firman Allah dalam Al-Qur'an. Roh orang-orang yang tidak beriman akan terbakar dengan cahaya kekuatan Allah dan akan berteriak pada saat munculnya bulan, "Inilah Tuhanku!" Namun jiwa orang-orang yang beriman hanya mengakui matahari dari cahaya Muhammad sebagai Tuhannya yang akan membanjiri mereka dengan keindahan yang bercahaya terang benderang dari Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Selain menjauhkan manusia dari pintu illallah dengan pedang kekuatan ilahiah, atau dengan memperdaya manusia pada dengan sinar bulan yang redup, Iblis juga akan mengganggu dan menggoda manusia dengan isyarat-isyarat kegenitan, yang dapat menjerat jiwa dalam dunia pencapaian spiritual yang lebih kecil.
Keadaan yang di sebabkan oleh Iblis ini di hubungkan oleh 'Ain Al-Qudat dengan kegairahan peleburan "Fana'" suatu keadaan di mana seseorang menjadi tidak stabil dan karena itu tidak sadar. Fana' harus di alami melalui dan di gantikan oleh keadaan baqa' yang lebih matang, kekekalan dalam kedekatan dengan Allah. Keadaan inilah bagi 'Ain Al-Qudat merupakan pencapaian spiritual dari para praktisi Shufi.
Suatu asumsi dasar yang mendukung semua gambaran Al-Qudat menyatakan bahwa Allah dengan sendirinya menghendaki penciptaan kutub-kutub spiritual yang berlawanan ini, dan bahwa semua itu ada dan saling berinteraksi dalam keadaan saling ketergantungan dan saling menguntungkan. Dengan hanya menggunakan salah satu kutub maka kutub yang lain dapat di definisikan dan di pegang dalam kesempurnaan realitasnya.
Inilah hikmah, yang apapun bentuknya adalah sedemikian itu, bukan dan mungkin bisa yang lainnya. Sesuatu yang terang tidak akan pernah ada tanpa kegelapan, langit tanpa dunia tidak di benarkan, substansi tidak akan dapat dipahami tanpa kejadian, Muhammad tidak akan pernah ada tanpa Iblis. Ketaatan tidak akan pernah ada tanpa keingkaran, demikian juga dengan keimanan tidak akan pernah ada tanpa ketidak imanan. Dalam cara yang sama dengan semua hal yang bertolak belakang; "Benda-benda mewujudkan dirinya melalui hal-hal yang berlawanan dengan dirinya."
Keimanan Muhammad adalah tidak mungkin tanpa kekafiran Iblis, oleh karena itu jelaslah bahwa keberuntungan Muhammad tidak akan ada tanpa kesengsaraan Iblis, dan Abu Bakar serta 'Umar tidak akan ada tanpa Abu Jahal dan Abu Lahab.
Tentu saja ketegangan kreatif yang di sebabkan oleh interaksi pertentangan spiritual ini tidak dapat sepenuhnya terselesaikan dalam alam pengalaman manusia. Resolusi abadi pada dasarnya hanya terjadi pada Allah. Namun akan menjadi tidak adil membaca 'Ain Al-Qudat untuk membatasi jangkauan pandangannya terhadap hal-hal yang berada di luar, tanpa memberikan beberapa harapan bagi para Shufi untuk mencapai suatu resolusi pertentangan sekarang ini.
'Ain Al-Qudat secara terus menerus mendorong para Shufi untuk berusaha keras agar dapat melewati sang pengurus cahaya hitam yang senantiasa memegang pedang ini sampai ke alam Illallaah. Dia tentu saja merujuk pada pengalaman penyatuan mistik sebagai antisipasi untuk pemecahan akhir dari hal-hal yang berlawanan pada Allah. Mulai saat inilah para pecinta yang telah mencapai ma'rifat harus mencerminkan dalam kehidupannya sendiri, pemecahan atau resolusi kosmik dari hal-hal yang bertentangan dengan bergerak di luar kutub negatif Iblis dan juga kutub positif keimanan yang Islami.
'Ain Al Qudat menggambarkan kelurusan iman, yang di dasarkan pada perjalanan melalui kesesatan dan ketidak imanan, semata-mata adalah hanya sebagai bagian perkembangan kearah penyatuan mistik.Pengalaman penyatuan, sekali di capai, akan menghapuskan kutub-kutub spiritual yang bertentangan ini dan memfokuskan perhatian pecinta benar-benar pada sasaran yang di inginkan. Tidak ada lagi masalah yang berkaitan dengan kondisi-kondisi mistik yang mempesona, selain pengalaman kekuatan cinta Ilahiahnyayang sedemikian besar, keingkaran dan keimanan adalah dua selubung penghalang di luar singgasana antara Allah dan hamba-Nya, karena manusia semestinya bukan sekedar orang-orang yang tidak beriman ataupun orang-orang yang berserah diri.
Dalam pandangan 'Ain Al-Qudat, suatu penyelesaian terhadap ketegangan dari pertentangan spiritual tersedia untuk para Shufi yang mencapai puncak kesempurnaan agama, penyatuan dengan Yang Maha Pengasih. Namun 'Ain Al-Qudat kelihatannya hendak membuat suatu pernyataan metafisika yang menyamakan resolusi pertentangan yang terdapat di dalam esensi Allah dengan resolusi yang di hadapi dalam penyatuan mistik. Keduanya tidaklah sama, hanya analog.
'Ain Al-Qudat berusaha keras menggambarkan intensitas pengalaman mistik tentang Allah. Untuk melakukan yang demikian, ia menggunakan metafora-metafora yang lengkap dan hiperbola puitis yang sesungguhnya tidak dapat mencakup pengalaman mistik tersebut.
1 komentar:
saya kagum dengan tulisan tuan. Alhamdulillah
Posting Komentar