Iblis berkata kepada setan-setannya, "sesuatu telah terjadi! Pergilah dan lihatlah apa yang terjadi itu." Dan kemudian mereka cepat-cepat pergi sampai tak seorangpun yang tinggal. Mereka kembali dan berkata, "Apa yang kita tahu?" Iblis menjawab, "Aku akan kembali membawa cerita untukmu!" dan kemudian dia pergi. Ketika dia kembali dia berkata, "Allah telah mengutus Muhammad." Dia (Iblis) mulai mengirimkan setan-setannya kepada para sahabat nabi, tetapi mereka (setan-setan itu kembali dengan rasa kecewa, seraya berkata, "Kita tidak pernah berhubungan dengan orang-orang seperti ini sebelumnya. Kita telah mempengaruhi beberapa dari mereka tetapi kemudian mereka mengerjakan shalatnya dan semua pengaruh tadi terhapuskan." Iblis berkata kepada mereka, "Pengaruhilah mereka sedikit demi sedikit. Barang kali Allah akan membukakan dunia bagi mereka dan kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan dari mereka."
Ad-dunya merupakan istilah yang diterapkan untuk menggambarkan daerah eksterior atau kejasmaniahan bagi Iblis. Begitu dekatnya penyatuan antara Iblis dan dunia sehingga mereka kadang-kadang di identifikasikan;
Bahwa yang sebanding dengan dunia adalah Iblis. Allah telah menciptakan Iblis untuk memisahkan dia dan mengutuknya, dan jika Allah menyakiti dia, maka dia (Iblis) akan menyakiti yang lainnya, Jika Allah telah menghancurkannya, maka dia akan menghancurkan yang lainnya.
Dunia di gambarkan sebagai bangkai yang busuk, sebuah mayat mati dengan seekor anjing, yaitu Iblis yang bertengger diatas. Allah membolehkan siapa saja yang memperlihatkan apa pun dalam bangkai yang tak hidup ini untuk menjadi bagian dari Iblis. Rumi meminjam gambaran yang sama dan membandingkan Iblis dengan seekor anjing galak yang sedang duduk di depan perkemahan Turkoman (yang dimaksud adalah di singgasana Allah) yang menunggu izin tuannya untuk menyambar orang asing yang tak hati-hati.
Wahai anjing-setan, ujilah mereka, sehingga engkau mengetahui seberapa jauh orang-orang ini telah berkembang sepanjang jalan spiritual. Serang mereka, halangi mereka, waspadalah sehingga engkau mengetahui siapa yang memainkan peran perempuan berkenaan dengan kebenaran dan siapa yang memainkan peran laki-laki.
Ad-dunya merupakan istilah yang diterapkan untuk menggambarkan daerah eksterior atau kejasmaniahan bagi Iblis. Begitu dekatnya penyatuan antara Iblis dan dunia sehingga mereka kadang-kadang di identifikasikan;
Bahwa yang sebanding dengan dunia adalah Iblis. Allah telah menciptakan Iblis untuk memisahkan dia dan mengutuknya, dan jika Allah menyakiti dia, maka dia (Iblis) akan menyakiti yang lainnya, Jika Allah telah menghancurkannya, maka dia akan menghancurkan yang lainnya.
Dunia di gambarkan sebagai bangkai yang busuk, sebuah mayat mati dengan seekor anjing, yaitu Iblis yang bertengger diatas. Allah membolehkan siapa saja yang memperlihatkan apa pun dalam bangkai yang tak hidup ini untuk menjadi bagian dari Iblis. Rumi meminjam gambaran yang sama dan membandingkan Iblis dengan seekor anjing galak yang sedang duduk di depan perkemahan Turkoman (yang dimaksud adalah di singgasana Allah) yang menunggu izin tuannya untuk menyambar orang asing yang tak hati-hati.
Wahai anjing-setan, ujilah mereka, sehingga engkau mengetahui seberapa jauh orang-orang ini telah berkembang sepanjang jalan spiritual. Serang mereka, halangi mereka, waspadalah sehingga engkau mengetahui siapa yang memainkan peran perempuan berkenaan dengan kebenaran dan siapa yang memainkan peran laki-laki.
Gambaran anjing menemukan akarnya pada kata-kata Iblis dalam Al-Qur'an dimana dia memutuskan untuk menghalangi manusia dalam jalan kebenaran. Keterampilannya diperlihatkan secara efektif dalam kemampuannya mengalihkan manusia dari jalan menuju rasa syukur kepada rasa penyesalan. Ada juga jalan-jalan yang lain, yang sering kali dia katakan. Dia menghalangi orang-orang non muslim dari jalan menuju Islam, seraya menanyakan mereka, "Bagaimana engkau akan mencampakkan keyakinan bapak-bapakmu?" Dalam cara yang sama Iblis juga menghalangi perkembangan orang-orang yang mulai berjalan pada jalan hijrah atau jihad dengan menanamkan keragu-raguan dalam hati mereka: "Bagaimana engkau akan meninggalkan tanah yang engkau kenal sedemikian baiknya, atau meninggalkan isteri-isteri dan kekayaan-kekayaan yang tidak terjaga, yang mudah terluka, yang bisa saja di gauli orang lain dan dirampas?"
Kemampuan untuk menghalangi dan menjebak korban-korbannya bukan hanya hak prerogatif figur Iblis-anjing semata, gambaran pemburu juga mencerminkan kualitas-kualitas yang sama. Sehingga pemburu yang sedang memasang jeratnya juga merupakan representasi penggambaran untuk penipuan Iblis terhadap dunia dan para penghuninya.
Pemburu itu sangat pintar dan licik dalam cara dia berburu korbannya di mana mangsa buruan tidak pernah menangkap pandangan darinya namun Iblis selalu ada di sana, yang dengan sabar menunggu kecerobohan yang dilakukan oleh korbannya. Pada saat itulah dia akan menyerang, dan menyeret mangsanya ke arah kebinasaan dan api neraka yang abadi. Jangan meremehkan kekuatan pesonanya, karena tak seorangpun dapat menjauhinya dan tak seorangpun selicin ular dan tak seorangpun yang setangkas dan selicin air yang mengalir.
Selain keberhasilan awalnya dengan Adam dan para anak keturunannya, Iblis tidak puas dengan jerat-jerat yang Allah berikan, dia terus-menerus mendesak Allah untuk mendapatkan jebakan yang lebih banyak lagi. Ratapan yang selalu terdengar adalah, "Beri aku yang lebih dari itu!" Beberapa dari tipu daya ini telah dikemukakan secara langsung ataupun secara tidak langsung dalam Al-Qur'an dan literatur Hadist yang telah kami bahas dalam artikel kami sebelumnya. Namun masih ada beberapa tipu daya lain yang membuktikan kecerdikan dan kelicikan Iblis serta imajinasinya yang subur.
Hawa nafsu manusia, al-hawa' kelihatannya memberi dia sumber bahan yang tak terbatas untuk menciptakan bujukan-bujukan yang baru serta berhala-berhala duniawi yang kepadanya manusia akan mengingatkan dirinya sendiri dalam ketaatan yang membabi buta.
Ada beberapa orang yang mencintai hawa nafsunya, atau secara tak langsung berarti dia mencintai Iblis, yang senantiasa mendorong mereka pada kebodohan yang lebih besar dan ketidak perdulian yang terus menerus akan cinta Allah Yang Maha Tinggi.
Pekerjaan-pekerjaan setan yang di diskusikan oleh para sufi, dengan berdasar pada hadist-hadist, berkenaan dengan praktik kehidupan manusia sehari-hari, terutama kewajiban-kewajiban religius yang bersifat lahiriah. Para sufi memberikan peringatana bahwa tujuan setan adalah untuk menggoda manusia ke dalam suatu situasi di mana karena kelalaian, keadaan yang terburu-buru atau kebingungan yang terjadi karena penyesatan dia akan mengerjakan semua cara perbuatan keagamaan atau tindakan sosial dalam suatu cara yang terlarang. Perbuatan-perbuatan ini berkisar dari masalah sederhana pada kebersihan badan, misalnya kebersihan kuku di mana setan akan hinggap pada kuku yang tidak di pelihara pendek dan bersih, sampai pada perintah-perintah ritual yang lebih luas yang mendahului shalat, seks dan berbagai keterlibatan pada manusia yang penting yang lainnya.
Tidak hanya penciptaan kesalahan dalam perbuatan ritual sebelum shalat, tetapi juga upaya-upayanya untuk merusak perbuatan shalat itu sendiri telah memenuhi pikiran para ahli teori sufi. Mereka mengulangi kembali amanat para para ahli hadist untuk mencegah orang-orang yang akan mengganggu shalat seseorang, baik mereka adalah roh-roh halus ataupun manusia, karena pengganggu-pengganggu tersebut diakui sebagai tentara Iblis.
Referensi untuk hadist-hadist utama yang di masukkan dalam kumpulan hadist Al-Bukhari, Muslim, Ibn Maja juga terjadi perdebatan di kalangan sufi tentang tidur, misalnya; hadist tentang leher yang terikat dan hadist yang membahas pengencingan oleh setan pada telinga orang yang tidur di sepanjang malamnya. Maksud dari hadist tersebut akan menjadi lebih jelas dalam konteks kesufian karena berhubungan dengan anjuran untuk shalat malam, berjaga-jaga dan perbuatan yang sejenisnya. Jika seseorang sedemikian lembam sehingga tidak dapat bangun atau bahkan tidak dapat mengingat nama Allah, maka dia akan menerima nasib aneh yang sama seperti nasib orang-orang yang di ceritakan dalam hadist.
Memandang rendah tidur adalah biasa bagi para sufi atau ahli pencatat hadist, namun Al-Hujwiri tidak ragu-ragu untuk menekankan bahwa suatu perbedaan yang pasti dalam pandangan telah terjadi di antara para pengikut jalan sufi. Mereka mengambil sikap bertentangan dengan anggapan yang merendahkan tidur telah menyatakan bahwa tidur ini merupakan suatu penangguhan moral di mana para sufi mengerjakan kebaikan dan juga keburukan, karena keinginan bebasnya untuk sementara waktu akan tidak berfungsi. Akibatnya para syekh tidak menganggap bahwa tidur sebagai suatu waktu di mana aktivitas setan di gantung. Sebaliknya tidur ini sering kali merupakan waktu untuk pengalaman pandangan batin, Iblis harus menunggu terjadinya kembali keadaan yang lemah untuk memulai lagi penggodaannya.
Ibnu Abbas berkata, "Tak ada sesuatu pun yang lebih mengganggu bagi Iblis selain dari pada tidurnya seorang pendosa. Kapan pun si pendosa tertidur, dia berkata, "Kapan saja dia bangkit dan terbangun maka dia akan menentang Tuhannya."
Gaung selanjutnya dari literatur hadist terlihat pada perhatian para sufi terhadap terbit dan terbenamnya matahari di antara tanduk-tanduk setan, dan penempatan sumber fitnah dan perselisihan di daerah-daerah sebelah timur matahari terbit. Al-Makki menekankan perbedaan dan pembaharuan (bid'ah) sebagai suatu yang paling bersifat merusak dari semua dosa-dosa. Mereka memperkeraskan hati orang-orang yang tunduk kepadanya, yang mengakibatkan mengingat Allah itu menjadi tidak mungkin, dan menjadikan semua manusia baik itu laki-laki maupun perempuan, menjadi benar-benar penurut terhadap Iblis untuk berlaku semaunya sendiri.
Al-Makki dan Al-Ghazali melihat keinginan terhadap barang-barang materi dan kekuasaan duniawi pada dasarnya sebagai pembutaan manusia terhadap nilai kemiskinan dan kerohanian. Pada kenyataannya yang paling menggusarkan dalam kekhawatiran pada bayang-bayang keinginan adalah penyerahan diri pada semua tuntutan setan yang sedemikian lama sehingga dia terus menerus memberi makan hawa nafsunya yang rakus. Namun makanan setan ini pada dasarnya akan tertanam pada kerongkongan manusia, yang akan mengganjal mereka sampai mati.
Cinta dan kesenangan seksual dan sesuatu yang berlebihan adalah esensi dari berbagai daya tarik dunia. Sedikit sekali yang tak tersentuh, karena dengan kesenangan-kesenangan yang tidak berdosa Iblis dapat menghancurkan ketahanan orang yang beriman, mengubah apa yang pada mulanya adalah kesenangan sepintas menjadi sebuah ketagihan yang bersifat merusak. Al Muhasibi memperingatkan bahwa sekalipun sedikit pujian yang sederhana yang di anugerahkan Allah dapat di atur oleh Iblis menjadi sebuah panah yang mematikan, yang mampu menjatuhkan orang yang paling saleh di antara orang sufi sekalipun.
Kemampuan untuk menghalangi dan menjebak korban-korbannya bukan hanya hak prerogatif figur Iblis-anjing semata, gambaran pemburu juga mencerminkan kualitas-kualitas yang sama. Sehingga pemburu yang sedang memasang jeratnya juga merupakan representasi penggambaran untuk penipuan Iblis terhadap dunia dan para penghuninya.
Pemburu itu sangat pintar dan licik dalam cara dia berburu korbannya di mana mangsa buruan tidak pernah menangkap pandangan darinya namun Iblis selalu ada di sana, yang dengan sabar menunggu kecerobohan yang dilakukan oleh korbannya. Pada saat itulah dia akan menyerang, dan menyeret mangsanya ke arah kebinasaan dan api neraka yang abadi. Jangan meremehkan kekuatan pesonanya, karena tak seorangpun dapat menjauhinya dan tak seorangpun selicin ular dan tak seorangpun yang setangkas dan selicin air yang mengalir.
Selain keberhasilan awalnya dengan Adam dan para anak keturunannya, Iblis tidak puas dengan jerat-jerat yang Allah berikan, dia terus-menerus mendesak Allah untuk mendapatkan jebakan yang lebih banyak lagi. Ratapan yang selalu terdengar adalah, "Beri aku yang lebih dari itu!" Beberapa dari tipu daya ini telah dikemukakan secara langsung ataupun secara tidak langsung dalam Al-Qur'an dan literatur Hadist yang telah kami bahas dalam artikel kami sebelumnya. Namun masih ada beberapa tipu daya lain yang membuktikan kecerdikan dan kelicikan Iblis serta imajinasinya yang subur.
Hawa nafsu manusia, al-hawa' kelihatannya memberi dia sumber bahan yang tak terbatas untuk menciptakan bujukan-bujukan yang baru serta berhala-berhala duniawi yang kepadanya manusia akan mengingatkan dirinya sendiri dalam ketaatan yang membabi buta.
Ada beberapa orang yang mencintai hawa nafsunya, atau secara tak langsung berarti dia mencintai Iblis, yang senantiasa mendorong mereka pada kebodohan yang lebih besar dan ketidak perdulian yang terus menerus akan cinta Allah Yang Maha Tinggi.
Pekerjaan-pekerjaan setan yang di diskusikan oleh para sufi, dengan berdasar pada hadist-hadist, berkenaan dengan praktik kehidupan manusia sehari-hari, terutama kewajiban-kewajiban religius yang bersifat lahiriah. Para sufi memberikan peringatana bahwa tujuan setan adalah untuk menggoda manusia ke dalam suatu situasi di mana karena kelalaian, keadaan yang terburu-buru atau kebingungan yang terjadi karena penyesatan dia akan mengerjakan semua cara perbuatan keagamaan atau tindakan sosial dalam suatu cara yang terlarang. Perbuatan-perbuatan ini berkisar dari masalah sederhana pada kebersihan badan, misalnya kebersihan kuku di mana setan akan hinggap pada kuku yang tidak di pelihara pendek dan bersih, sampai pada perintah-perintah ritual yang lebih luas yang mendahului shalat, seks dan berbagai keterlibatan pada manusia yang penting yang lainnya.
Tidak hanya penciptaan kesalahan dalam perbuatan ritual sebelum shalat, tetapi juga upaya-upayanya untuk merusak perbuatan shalat itu sendiri telah memenuhi pikiran para ahli teori sufi. Mereka mengulangi kembali amanat para para ahli hadist untuk mencegah orang-orang yang akan mengganggu shalat seseorang, baik mereka adalah roh-roh halus ataupun manusia, karena pengganggu-pengganggu tersebut diakui sebagai tentara Iblis.
Referensi untuk hadist-hadist utama yang di masukkan dalam kumpulan hadist Al-Bukhari, Muslim, Ibn Maja juga terjadi perdebatan di kalangan sufi tentang tidur, misalnya; hadist tentang leher yang terikat dan hadist yang membahas pengencingan oleh setan pada telinga orang yang tidur di sepanjang malamnya. Maksud dari hadist tersebut akan menjadi lebih jelas dalam konteks kesufian karena berhubungan dengan anjuran untuk shalat malam, berjaga-jaga dan perbuatan yang sejenisnya. Jika seseorang sedemikian lembam sehingga tidak dapat bangun atau bahkan tidak dapat mengingat nama Allah, maka dia akan menerima nasib aneh yang sama seperti nasib orang-orang yang di ceritakan dalam hadist.
Memandang rendah tidur adalah biasa bagi para sufi atau ahli pencatat hadist, namun Al-Hujwiri tidak ragu-ragu untuk menekankan bahwa suatu perbedaan yang pasti dalam pandangan telah terjadi di antara para pengikut jalan sufi. Mereka mengambil sikap bertentangan dengan anggapan yang merendahkan tidur telah menyatakan bahwa tidur ini merupakan suatu penangguhan moral di mana para sufi mengerjakan kebaikan dan juga keburukan, karena keinginan bebasnya untuk sementara waktu akan tidak berfungsi. Akibatnya para syekh tidak menganggap bahwa tidur sebagai suatu waktu di mana aktivitas setan di gantung. Sebaliknya tidur ini sering kali merupakan waktu untuk pengalaman pandangan batin, Iblis harus menunggu terjadinya kembali keadaan yang lemah untuk memulai lagi penggodaannya.
Ibnu Abbas berkata, "Tak ada sesuatu pun yang lebih mengganggu bagi Iblis selain dari pada tidurnya seorang pendosa. Kapan pun si pendosa tertidur, dia berkata, "Kapan saja dia bangkit dan terbangun maka dia akan menentang Tuhannya."
Gaung selanjutnya dari literatur hadist terlihat pada perhatian para sufi terhadap terbit dan terbenamnya matahari di antara tanduk-tanduk setan, dan penempatan sumber fitnah dan perselisihan di daerah-daerah sebelah timur matahari terbit. Al-Makki menekankan perbedaan dan pembaharuan (bid'ah) sebagai suatu yang paling bersifat merusak dari semua dosa-dosa. Mereka memperkeraskan hati orang-orang yang tunduk kepadanya, yang mengakibatkan mengingat Allah itu menjadi tidak mungkin, dan menjadikan semua manusia baik itu laki-laki maupun perempuan, menjadi benar-benar penurut terhadap Iblis untuk berlaku semaunya sendiri.
Al-Makki dan Al-Ghazali melihat keinginan terhadap barang-barang materi dan kekuasaan duniawi pada dasarnya sebagai pembutaan manusia terhadap nilai kemiskinan dan kerohanian. Pada kenyataannya yang paling menggusarkan dalam kekhawatiran pada bayang-bayang keinginan adalah penyerahan diri pada semua tuntutan setan yang sedemikian lama sehingga dia terus menerus memberi makan hawa nafsunya yang rakus. Namun makanan setan ini pada dasarnya akan tertanam pada kerongkongan manusia, yang akan mengganjal mereka sampai mati.
Cinta dan kesenangan seksual dan sesuatu yang berlebihan adalah esensi dari berbagai daya tarik dunia. Sedikit sekali yang tak tersentuh, karena dengan kesenangan-kesenangan yang tidak berdosa Iblis dapat menghancurkan ketahanan orang yang beriman, mengubah apa yang pada mulanya adalah kesenangan sepintas menjadi sebuah ketagihan yang bersifat merusak. Al Muhasibi memperingatkan bahwa sekalipun sedikit pujian yang sederhana yang di anugerahkan Allah dapat di atur oleh Iblis menjadi sebuah panah yang mematikan, yang mampu menjatuhkan orang yang paling saleh di antara orang sufi sekalipun.
1 komentar:
asslamu'aikum.ngapunten sak derenge.
dlm persepsi lain mnusia sbgai mahkluk sosial,stiap grakan mnusia mnjdi prhtian iblis.sdngkan ibadah saja masih dalam incarannya(iblis).bagaimana pandangan kita(orang sufi)dunia dan akhirat tidak menjadi sebanding dengan iblis akan tetapi menjadi jalan menuju ALLAH?
Posting Komentar