Rabu, 07 April 2010

Renungan-Renungan

Jiwa itu memiliki rasa penerimaan dan rasa penolakan, kejernihan dan kekeruhan, kerajinan dan kemalasan. Dan sebaik-baik hal yang dikerjakan oleh seorang muslim adalah petunjuk Rasulullah Saw. sehingga jiwa memberikan hak-haknya yang mubah dan menunaikan bagian-bagian ketaatannya.

Meninggalkan perintah dan kewajiban lebih mampu dilaksanakan jiwa dan lebih mudah baginya. Maka tidak ada ibadah khusus kecuali Allah Yang Maha Bijaksana yang menetapkannya, tidak ada pakaian khusus, tidur, makan, do'a-do'a dan ibadah-ibadah sunah. Mengkhususkan sebagian waktu dengan sebagian ibadah dan tanggung jawab yang tidak ada perintahnya, itu merupakan pembebanan diri dan kemaksiatan. Memperbanyak kerajinan jiwa merupakan fiqh yang mulia, dan meninggalkannya ketika lelah dan malas adalah merupakan petunjuk yang cerdas. Misalnya membaca Al-Qur'an, memperbaharui jiwa dengan uslub-uslub-Nya yang menyenangkan. Sekali-kali dengan melihat, sekali-kali dengan hafalan, sekali-kali dengan bacaan cepat, sekali-kali dengan tartil, sekali-kali dengan suara halus, sekali-kali dengan suara keras, sekali-kali malam, siang, Subuh, Dhuha, Zhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. Banyak dan sedikitnya tergantung kekuatan dan keinginan.

Misalnya shalat, ketika waktu rajin, khusyuk dan menerima maka perbanyaklah. Ketika malas dan lesu, dia melaksanakan kewajiban dan muraqabah saja, sehingga kilau harapannya dan pemenuhan janjinya akan kembali. Dia memanjangkannya sekali-kali, dan memendekkan pada kali yang lainnya. dan memperbanyak ibadah-ibadah sunah ketika rajin, sehat dan ada waktu luang.

Begitu juga dengan qiyam al-lail, dia melaksanakannya dengan kejernihan jiwa dan penuh kesungguhan di malam hari, dan itu adalah bagian malam yang terakhir. Dan melaksanakannya ketika lesu sebagai pengakuan terhadap tabiat-tabiat jiwa dengan mempergilirkan waktu-waktunya antara permulaan malam, pertengahannya dan akhirnya. Diantara shalat dengan kekuatan, kelemahan, sedikit dan banyak tanpa di batasi, bahkan seakan-akan malam yang jernih tidak akan kembali lagi, maka penuhilah dengan ibadah. Seakan-akan malam ke-futur-an harus terjadi, maka hal itu tidak apa-apa dan tidak masalah. Begitu juga dengan dzikir dan do'a dari segala isi, cara, umum, khusus dan lesunya. Sehingga jiwa akan berpindah kepada pelatihan yang bebas tanpa ikatan dari pembatasan dan penetapan, kepada kelapangan dari kesempitan yang memiliki satu warna dan kepada kebebasan dari keterkurungan dengan cara yang khusus melalui kontunitas, pencerahan dan kelapangan. Dalam waktu siang dan malam itu ada kejernihan dan kekeruhan.

Hari-hari itu atas sebagian yang lainnya memiliki kekhususan-kekhususan dan keutamaan-keutamaan, maka dia harus bisa membuat jiwa menjadi ridha. Begitu pula -semisal- pakaian, apa yang mudah dipakai tanpa batasan dan beban. Juga makanan, minuman, dan semua hal yang diperbolehkan. Lalu kehendak, adab dan akhlak, ia memiliki kejernihan dan kekeruhan dari segi keridhaan, kemarahan, keramahan, kejahilan, kejahatan, taubat, kebenaran dan kesalahan. Maka mencari yang lebih sempurna memang dituntut, akan tetapi kebiasaan dan adat memiliki pengaruh terhadap berbagai tradisi.

Mengakui kenyataan merupakan sebuah keharusan tanpa rasa kecewa dan putus asa. Maka untuk sebagian majelis ada hembusan-hembusan kebaikan; berupa diam dari kejahilan, bicara dengan ilmu, atau berteman dengan rasa hormat dan pelaksanaan tanggung jawab dan mendengar faedah. Sebagian lagi ada kekeruhan dan rasa putus asa; berupa berbicara dengan dosa atau hal sia-sia dan mendengar hal tercela, gerakan yang kurang beradab dan akhlak yang kurang terpuji. Maka yang pertama di tuntut pelaksanaannya dan di perintahkan pengamalannya, seakan-akan majelis ini adalah majelis terakhir dalam kehidupan di sebabkan banyaknya kemarahan dan penyesalan yang di alaminya, sehingga dia mengisi waktu baru yang dimilikinya dengan amalan baru. Bergaul dengan manusia itu ada berbagai macam warna dan bentuknya, di anatara mereka ada yang alim, ahli ibadah, shalih, berakal, bodoh, orang yang sederhana, orang yang berlebihan dan sebagainya. Itulah realitas! dan bukannya kemustahilan. Mengakui hal ini adalah sebuah kepastian dan bergabung dengan realita-realita ini adalah sebuah keharusan, serta melatih diri untuk semua ini adalah sebuah kebutuhan.

Malu adalah kesusahan, kemudahan, kejernihan, kekeruhan, keamanan, ketakutan, kebahagiaan, kesedihan, kegalauan, kegembiraan, ketenangan, tertawa, menangis, liku-liku hidup, kesuksesan, kegagalan, kesehatan, sakit, rajin dan malas. Maka beribadah kepada Allah Swt. adalah sebuah keharusan dalam keadaan-keadaan seperti ini. Sesungguhnya hal itu menjadi tempat-tempat persinggahan untuk seorang musafir, setiap tempat memiliki hak yang pantas untuk di tunaikan. Setiap jiwa memiliki sifat-sifat yang tidak bersesuaian dengan yang lainya, maka janganlah seseorang memakai pribadi orang lain, karena hal itu akan dapat membinasakannya. Tidak ada takhlid dan pengikutan terhadap hal-hal yang menjadi pembawaan jiwa dan tabiat-tabiat setiap orang. Memang betul, yang menjadikan kewajiban adalah meneladani orang-orang pilihan dengan sifat-sifat baiknya dan keutamaan-keutamaan yang di milikinya. Akan tetapi hal itu dilarang untuk sifat-sifat pembawaan yang sudah di miliki seorang manusia pada tabiat-tabiatnya yang tak pernah kosong dari agama dan kewibawaan. Maka seorang manusia berusaha mengenal dirinya agar dia kenal dengan sifat-sifatnya. INSYA ALLAH.

Tidak ada komentar: