Setelah iman, hal pertama yang harus di lakukan oleh setiap orang adalah penyucian (Thaharat) dan pelaksanaan shalat, yakni pembersihan badan dari najis dan kotoran. Penyucian ada dua macam, yakni dhahir dan batin. Jadi shalat memerlukan penyucian badan, dan makrifat memerlukan penyucian hati. Kalau yang pertama air harus bersih, maka yang kedua pengesaan dan keimanan harus suci.
Kaum sufi selalu melakukan penyucian lahiriah dan pengesaan batiniah. Rasulullah bersabda kepada salah satu sahabatnya,
"Tetaplah dalam wudlu, sehingga dua malaikat penjaga mencintaimu."
Allah juga berfirman,
"Allah mencintai orang-orang yang selalu bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri mereka" (QS. Al-Baqarah; 222)
Dan Rasulullah selalu mengatakan dalam do'a-do'anya,
"Wahai Tuhan, sucikan hatiku dari kemunafikan"
Bahkan menyadari segala karamah yang di anugerahkan kepada beliau, beliau anggap sebagai pengukuhan selain Tuhan. Karena dalam pengesaan, mengukukan selain Tuhan adalah kemunafikan. Selama seorang murid di kaburkan oleh sebutir zarrah kekeramatan seorang syaikh, maka dari sudut kesempurnaan, zarrah itu adalah tabir potensial antara ia dan Allah. Karena itulah Abu Yazid mengatakan, "Kemunafikan ahli makrifat lebih baik dari pada ketulusan murid." Yakni yang merupakan maqam bagi pemula adalah tabir bagi ahli keruhanian. Pemula ingin memperoleh karamah, tetapi ahli keruhanian ingin memperoleh Sang Pemberi karamah. Pendeknya, pengukuhan karamah, atau sesuatu yang melibatkan pandangan terhadap selain Allah, menjadi kemunafikan bagi ahlul-haqq (kaum Sufi). Karena itu yang mudharat bagi wali-wali Allah adalah sarana keselamatan bagi orang kafir. Karena, jika orang kafir tahu, sebagaimana para pendosa tahu, bahwa dosa-dosa mereka tidak disukai Tuhan, mereka semua tentu akan selamat dari kekufuran. Dan jika para pendosa tahu, sebagaimana wali-wali Allah tahu, bahwa semua tindakan mereka itu cacat, tentu mereka semua akan terselamatkan dari dosa dan disucikan dari ketercemaran. Maka dari itu, penyucian lahir dan batin harus berjalan bersama-sama. Umpamanya, bilamana seseorang membersihkan tangannya, ia harus membersikan hatinya dari keduniawian, dan bilamana ia memasukkan air kedalam mulutnya, ia harus menyucikan mulutnya dari menyebut selain Allah, dan bilamana ia membersikan mukanya, ia harus berpaling dari semua yang biasa dialami dan berpaling kepada Tuhan, dan bilamana ia menyapu kepalanya, ia harus menyerahkan semua urusannya kepada Allah, dan bilamana ia membasuh kakinya, ia tidak boleh memiliki niat untuk berpijak pada sesuatu kecuali yang sesuai dengan perintah Allah. Jadi ia akan disucikan secara ganda.
Dalam semua aturan agama, yang lahiriah di padukan dengan yang batiniah. Misalnya, dalam iman, pengakuan lisan harus di sertai dengan kepercayaan hati. Metode penyucian ruhani ialah dengan merenungkan keburukan dunia ini dan memahami bahwa ia palsu dan cepat sirna, dan mengosongkan hati darinya. Hal ini hanya dapat di capai dengan mujahadah (menaklukkan hawa nafsu), dan tindak mujahadah yang paling penting adalah melaksanakan peraturan-peraturan disiplin lahiriah (adab-i zhahir) secara terus menerus dan dalam keadaan apapun.
Diriwayatkan bahwa Ibrahim Khawwash berkata, "Aku ingin Tuhanku memberikan aku kehidupan yang abadi di dunia ini, supaya saat manusia pada umumnya bertambah-tambah kesenangannya pada dunia dan melupakan Tuhan, aku bisa melaksanakan peraturan-peraturan agama di tengah pahit getirnya dunia dan mengingat Allah."
Dan di riwayatkan bahwa Abu Thahir Harami hidup selama empat puluh tahun di Makkah, dan meninggalkan daerah haram (tanah suci) bilamana ia menyucikan dirinya, karena ia tak mau mengguyurkan air yang ia gunakan untuk tujuan itu pada tanah yang Tuhan sendiri menyebutnya demikian (tanah suci). Ketika Ibrahim Kawwash sakit disentri di masjid jami' di Rayy, dia melakukan enam puluh kali wudlu secara sempurna di siang dan malam, dan dia mati di dalam air.
Abu Ali Rudbari pernah di timpa pikiran-pikiran bimbang dalam penyucian. "Suatu hari, aku pergi ke laut pada dini hari dan tinggal disitu hingga matahari terbit. Selama waktu itu pikiranku terganggu, aku berteriak; 'Wahai Tuhan, sembuhkanlah ruhaniku!" Sebuah suara terdengar dari laut; 'kesehatan terkandung dalam pengetahuan'
Diriwayatkan tentang Syibli bhwa pada suatu hari ia menyucikan diri dengan niat memasuki masjid. Dia mendengar sebuah seruan; "Engkau telah membersihkan dirimu yang lahiriah, tapi mana kesucian batinmu?" Dia kembali dan memberikan semua apa yang dia miliki dan selama setahun dia hanya memakai tak lebih pakaian-pakaian yang diperlukan untuk sembahyang. Kemudian dia mendatangi Junayd, yang mengatakan kepadanya,"Wahai Abu Bakr, merupakan suatu penyucian yang sangat menguntungkan apa yang telah engkau lakukan itu, semoga Allah selalu menjaga kesucianmu itu." Sesudah itu Syibli selalu melakukan penyucian. Dan juga di riwayatkan bahwa dia berkata, "Bilamana aku melalaikan satu aturan penyucian, keangkuhan yang sia-sia selalu timbul di hatiku."
Abu Yazid berkata, "Bilamana pikiran tentang dunia ini terlintas dalam benakku, aku melakukan penyucian atau wudlu (thaharati). Dan bilamana pikiran tentang akhirat terlintas dalam benakku, aku melakukan penyucian secara sempurna atau mandi (ghusli).
Karena dunia ini tidak qadim (muhdats) dan hasil pemikiran dari hal tersebut adalah ketidak sucian (hadats), sedang akhirat adalah tempat ketidak hadiran dan istirahat (ghaybat u aram), dan hasil dari pemikiran tentang itu adalah kecemaran (janabat).
Syaikh-syaikh sufi telah sepenuhnya membicarakan arti penyucian yang sebenarnya dan telah menganjurkan murid-murid mereka agar tidak henti-hentinya menyucikan diri secara lahir dan batin. Ia yang akan mengabdi kepada Tuhan, harus menyucikan diri secara lahiriah dengan air, dan ia yang hendak mendekati Tuhan, harus menyucikan dirinya secara batiniah dengan memohon ampunan dan bertaubat.
2 komentar:
ass..........ustadz!
klo bleh saya mau tanya,,,
Apa mksud hsil dr pamikiran akhirat itu JANABAT(kecemaran)...? tlong dijlaskan...!
syukron ya ustadz............
Bagi ahli dunya, di haramkan atasnya akhirat. Bagi ahli akhirat di haramkan atasnya dunia. Sedang bagi ahlulloh, di haramkan atasnya dunia dan akhirat....jadi bagi para sufi berpikir tentang dunia adalah ketidak sucian dan berpikir tentang akhirat (tentang surga dan neraka) adalah kecemaran. Insya Allah.
Posting Komentar